Jakarta – Sekolah Tinggi Agama Buddha Nalanda menggelar talkshow bertajuk Semangat Pluralisme Untuk Merawat Bhineka Tunggal Ika dengan pembicara Prof. Dr. K.H. Said Aqil Siroj, M.A.
Ketua Umum Pengurus Nahdlatul Ulama (PBNU) 2010-2021 Prof KH Said Aqil Siroj hadir sebagai narasumber di Talk Show bertajuk: Semangat Pluralisme Untuk Merawat Bhineka Tunggal Ika.
Ia menekankan pentingnya menjaga kebhinekaan dalam kehidupan yang harmonis. Salah satu keindahan Indonesia karena adanya kebhinekaan yang harus terus dipertahankan.
Mantan Ketua Umum PBNU ini juga mengutarakan Agama tidak boleh dijadikan sebagai alat politik.
Baginya Agama justru digunakan untuk membuka mata batin. Sehingga bisa membedakan mana hal yang baik dan buruk.
Pesan tersebut dia sampaikan dalam talk show di Sekolah Tinggi Agama Buddha (STAB) Nalanda di Jakarta pada Sabtu (16/3) malam. Pada acara bertajuk Semangat Pluralisme untuk Merawat Bhineka Tunggal Ika itu, Said menyampaikan bahwa dirinya tidak sepakat bila agama dijadikan sebagai alat politik.
Dia menjelaskan, agama bukan hanya membawa teologi tetapi membawa budaya. Said menyebut bahwa percuma beragama tetapi hatinya dan perilakunya buruk. “Agama membangun spiritual. Membuka mata batin untuk membedakan mana yang baik mana yang buruk,” katanya.
Oleh karena itu, Said menegaskan bahwa agama tidak boleh dijadikan politik. Sebaliknya, agama harus mengarahkan agar berpolitik berjalan dengan baik. Dia menekankan, agama juga tidak boleh dijadikan untuk kepentingan ekonomi dan bisnis. Tetapi agama dijadikan untuk mengarahkan agar berjalannya bisnis dengan baik.
“Percuma beragama kalau tidak untuk kemanusiaan. Percuma masjid mewah besar kalau kanan kirinya orang miskin,” jelasnya. Kemudian percuma gereja bersalib emas kalau anak-anak kanan kirinya kurus kering kurang makan. Lalu percuma ada vihara besar dan mewah kalau membiarkan orang disekitarnya hidup dengan sengsara.
Dalam kesempatan yang sama, tokoh agama Budha Dr. Ponijan Liaw menyampaikan apresiasinya atas kehadiran kiai Said Aqil Siroj yang hadir dalam acara ini. Ia menyampaikan, untuk menjaga pluralisme atau semangat atas keberagaman khususnya di Indonesia dengan mendalami ajaran agamanya.
Ia menambahkan, apabila seseorang telah mendalami ajaran agamanya, maka pasti tidak akan menjadi orang yang rasis. “Karena agama tidak ada yang mengajarkan rasis. Karena saya 9 tahun belajar Islam gak pernah itu belajar itu (rasis),” ungkapnya. Menurutnya, apabila terjadi perbedaan, hal itu diakibatkan oleh penafsiran yang tidak sampai. Sebab, bila seseorang tidak sampai, maka kemungkinan akan mengada-ngada.
Editor: Hadi Wijaya Halim